AG A M A. Agama merupakan seperangkat kepercayaan, doktrin, dan norma-norma yang dianut dan diyakini kebenarannya oleh manusia. Keyakinan manusia tentang agama, diikat oleh norma-norma dan ajaran-ajaran tentang cara hidup manusia yang baik, tentu saja dihasilkan oleh adanya pikiran atau perilaku manusia dalam hubungannya dengan kekuasaan yang
Kebutuhantersebut adalah pendidikan agama, budi pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang seimbang. b) Faktor Status Manusia. Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Jika dibanding dengan makhluk lain, Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu
Adaindikasi kuat bahwa di dalam agama terdapat banyak nilai yang bisa dimanfaatkan manusia ketimbang ideologi. Ini disebabkan karena ideologi, hanya membuka diri pada hal-hal yang sifatnya rasional. Dan itu justru membatasi berbagai kepentingan manusia. Sementara agama dengan keleluasaannya memberi banyak ruang.
Jawaban(1 dari 2): Well Kita belah topik ini di mulai dari melihat atau menganalisa tujuan Tuhan dengan pandangan Manusia. Tujuan Tuhan dan pandangan manusia Tentu saja berbeda. JELAS berbeda ! Itulah yang melatar belakangi pertanyaan di atas. Sebenarnya setiap manusia memiliki ukuran IQ ya
Dịch Vụ Hỗ Trợ Vay Tiền Nhanh 1s. 447 MANUSIA ANTARA KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA DAN INKLUSIVITAS BERAGAMA Isnawati Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gajah Putih Takengon Aceh [email protected] ABSTRAK Manusia sebagai makhluk hidup, harus memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk sosial dan agama menjadi salah satu aspek yang paling sakral dalam kehidupan manusia. Karena agama lembaga kebenaran yang dapat didekati dengan aspek batiniah, sehingga melahirkan sistem kepercayaan dan respon emosional yang mengarahkannya, yang dapat dirasakan melalui mekanisme keyakinan dan kepercayaan para penganutnya. Agama memiliki kepercayaan kepada kekuatan gaib, kepercayaan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, bersifat emosional dan aspek kesucian dari agama itu pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi, agama membawa peraturan-peraturan hukum, ajaran yang berupa doktrin agama dengan menjalankan ajarannya membwa kewajiban yang menjadi pegangan manusia sebagai sistem sumber nilai, berupa petunjuk, pedoman dan pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya seperti dalam ilmu agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan militer, sehingga terbentuk pola motivasi, nilai dan moral, tujuan hidup dan perilaku manusia yang menuju kepada keridhaanya secara inklusivitas dalam beragama. Manusia sangat memerlukan agama sebagai pegangan hidup untuk mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa dalam semua tempat dan waktu. Yang memiliki peranan di lihat dari aspek keagamaan, kejiwaan, kemasyarakatan, hakekat kemanusiaan, asal usulnya dan moral. Kata Kunci manusia, kebutuhan doktrin agama, inklusifitas beragama A. Pendahuluan 1. Manusia dan Kebutuhannya M anusia sebagai makhluk hidup umumnya mempunyai ciri-ciri organ tubuhnya kompleks dan sangat khusus terutama otaknya, mengadakan metabolisme atau penyusunan dan pembongkaran zat, yakni ada zat yang masuk dan keluar, memberikan tanggapan terhadap rangsangan dari dalam dan luar, memiliki fungsi untuk berkembamg, berintraksi dengan lingkungannya, dan bergerak Maskoeri Jasin, 2015 1. Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 448 Manusia juga mempunyai kebutuhan dalam kehidupannya yaitu, kebutuhan Individu, “peranan Agama dalam Kesehatan Mental” membagi kebutuhan manusia atas 2 kebutuhan pokok, yaitu Primer dan Skunder. a. Kebutuhan Primer Kebutuhan Primer yaitu berupa kebutuhan Jasmaniah seperti makan, minum, seks dan sebagainya kebutuhan ini didapat manusia semenjak lahir tanpa di pelajari. Yang dimaksud kebutuhan jasmani adalah kebutuah-kebutuhan yang seratus persen berkaitan dengan fisik manusia, seperti naluri untuk makan misalnya. Hal ini merupakan urusan fisik jasmaniyah semata, dan pada saat yang sama ia merupakan naluri. Artinya ia berkaitan dengan bangunan tubuh manusia dan lingkungan. Perasaan lapar muncul dari sejumlah syaraf pencernaan yang secara otomatis memberi sinyal ke otak manusia termasuk binatang. Untuk menghilangkan lapar ini dia harus memasukkan makanan untuk di komsumsinya. Bahkan kadang-kadang menjadi seperti lelah, akibat kekenyangan dan lelah. Demikian pula halnya dengan kebutuhan seksual, yang berkaitan dengan syahwat dan hormon-hormon tubuh serta syaraf-syaraf tertentu. Persoalan lainnya adalah masalah tidur. Jika disebabkan oleh kelelahan sel atau mengendurnya aktivitas akibat bekerja dan pengerahan tenaga, maka ia pasti memerlukan istirahat tidur. Semua ini oleh Mutrhahhari dikategorikan bagian dari naluri al-ghara’iz b. Kebutuhan Skunder Kebutuhan skunder yaitu kebutuhan Rohaniah seperti kebutuhan-kebutuhan sosial, kebutuhan ingin dicintai dan disayangi, dihargai lain sebagainya. Kebutuhan ini hanya terdapat pada manusia dan sudah dirasakan sejak manusia masih kecil. Diantara faktor yang membedakan manusia dengan binatang dan makhluk lainnya, adalah manusia dapat menyadari alam di luar dirinya. Atau dengan kata lain manusia dapat berpikir tentang sesuatu yang ada disekelilingnya. Artinya manusia merupakan makhluk yang sadar; sadar akan dirinya dan sadar akan alam di sekitarnya Zakiyah Daradjat, dkk, 155. Oleh karena itu ia mampu membangun relasi dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya. Hasil dari jalinan relasi ini disebut pengetahuan. Memang binatang pun memiliki pengtahuan, tetapi sifatnya dangkal, tidak Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 449 sampai menguasai secara detail, bersifat parsial, regional terbatas pada wilayah tertentu, dan tidak mampu menembus masa lalu dan akan datang Ada beberapa pembagian kebutuhan skunder yaitu sebagai berikut. 1. Kebutuhanakan rasa kasihsayang. Kebutuhan akan rasa kasih sayang berperanan penting dalam menentukan sikap dan tingkah laku kejiwaan seseorang. Kurangnya rasa kasih sayang pada diri seseorang terutama pada anak-anak akan menyebabkan tembok pemisah antara mereka dengan orang tua nya. Usaha untuk memperoleh kasih sayang itu mungkin akan mengakibatkan mereka mengeluh, mengadu, dan menjilat, sebagai usaha untuk memperoleh kasih sayang. 2. Kebutuhansosial Kebutuhan sosial manusia bukan disebabkan pengaruh yang datang dari luar sebagai stimulus seperti layaknya pada binatang akan tetapi, kebutuhan soaial pada manusia berbentuk nilai. Contohnya seperti pujian dan kritikan, kekuasaan dan mengalah, pergaulan, dan perhatian. 3. KebutuhanTerhadap Agama Keterkaitan manusia dengan Agama menurut Will Durant “manusia memiliki seratus jiwa, segala sesuatu bila telah dibunuh, pada kali pertama itupun sudah mati untuk selama-lamanya, kecuali agama. Ia akan muncul lagi dan kembali hidup setelah mati. Bahwa agama itu merupakan sifat manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri Ramayulis, 2007 38-46. Agama memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Secara teoritis tujuan agama adalah sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan kebahagian dan kesejahteraan hidup lahir dan batin. Agama merupakan salah satu jalan untuk senantiasa dekat dengan sang penciptanya. Agama juga merupakan upaya untuk mencapai keteraturan hidup. Agama melahirkan banyak manfaat dan kegunaan dalam kehidupan. Dan manusia membutuhkan kehadiran agama untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa alasan mengapa manusia membutuhkan agama dalam kehidupannya Agama tidak hanya menjadi pedoman dan arahan bagi manusia, agama juga telah menjadi cita-cita dan semangat bagi Fitrah manusia. Fitrah ada 2 yaitu Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 450 a. Fitrah ilahiah, yaitu tugas dan kewajiban manusia untuk beribadah dan menyembah terhadap tuhannya. b. Fitrah insaniah, yaitu manusia harus menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang lemah, insan yang kecil, tak memiliki daya dan upaya selain dari pemberian penciptanya Hasanah 53. Agama memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Secara teoritis tujuan agama adalah sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan kebahagian dan kesejahteraan hidup lahir dan batin. Agama merupakan salah satu jalan untuk senantiasa dekat dengan sang penciptanya. Agama juga merupakan upaya untuk mencapai keteraturan hidup. Agama melahirkan banyak manfaat dan kegunaan dalam kehidupan. Dan manusia membutuhkan kehadiran agama untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa alasan mengapa manusia membutuhkan agama dalam kehidupannya B. Pembahasan 1. Doktrin Agama Doktrin adalah ajaran tentang asas-asas suatu aliran politik, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan Magdalena Pranata Santoso, 2009. Istilah Doktrin berkaitan dengan suatu kebenaran dan ajaran. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab menegaskan tentang kebenaran melalui ajaran, sedangkan yang diajarkan biasanya dengan kebenaran. Dengan demikian, doktrin berisi tentang ajaran kebenaran yang sudah tentu memiliki “balutan” filosofis Rosihon Anwar, 2009 13. Doktrin banyak ditemukan dalam banyak agama seperti Kristen dan Islam, di mana doktrin dianggap sebagai prinsip utama yang harus dijunjung oleh semua umat agama tersebut. Dalam konteks doktrin, agama selalu menjadi akidah, yakni sebagai suatu kepercayaan kepada Tuhan, suatu ikatan, kesadaran, dan penyembahan secara spiritual kepada-Nya. Sebagai suatu akidah, agama memiliki prinsip-prinsip kebenaran yang dituangkan dalam bentuk doktrin. “Agama” diucapkan oleh orang Barat dengan relegios bahasa latin, Relegion bahasa Inggris, Prancis, jerman dan relegie bahsa Belanda. Istilah ini bukannya tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latarbelakang pengertian yang Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 451 lebih mendalam daripada pengertian “agama” yang telah disebutkan di atas. Relegie relegion menurut pujangga Kristen, Saint Augustinus, berasal dari “re daneligare” yang berarti “memilih kembali” dari jalan sesat kejalan Tuhan. Agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. Selain kata “Agama” kita juga mengenal kata “din” yang dalam bahasa semit berarti undang-undang atau hukum, dalam bahasa Arab, kata ini berarti menguasai, menundukan, patuh, utang, balasan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Agama lebih lanjut lagi membwa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang akan menjadi utang baginya Rosihon Anwar, Dkk, 2011 99. Diantaranya yang harus di yakni 1. Iman kepada Allah Kalimat lailaha illa Allah atau sering disebut kalimat thayyibah adalah suatu pernyataan pengakuan terhadap keberadaan Allah yang Maha Esa, tiada tuhan selain Dia Allah. Ia merupakan bagian lafadz dari syahadatain yang harus diucapkan ketika akan masuk dan memeluk Agama Islam, yang merupakan refleksi dari tauhid Allah yang menjadi inti ajaran Islam. 2. Kemustahilan menemukan Zat Allah Akal pikiran yang merupakan ciri keistimewaan manusia, sekaligus sebagai pembeda antara manusia dan makhluk lainnya. Manusia dapat mencapai taraf kehidupan yang mulia melalui akal fikirannya, sebaliknya, manusiapun dapat terpuruk ke kehidupan yang hina melalui Akalnya. Akal sekalipun digunakan dengan sungguh-sungguh, keberadaannya tetap dalam ruang lingkup yang terbatas. Artinya ada sejumlah persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh akal. Salah satu persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh akal ialah zat Allah. 3. Argumen keberadaan Allah Pengakuan terhadap keberadaan Allah berarti menolak keberadaan tuhan-tuhan lainnya yang dianut oleh para pengikut agama lain. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaaan tuhan. Pertama, paham Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 452 yang menyatakan bahwa alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya. Kedua, paham yang menyatakan bahwa alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti. Ketiga, paham yang mengatakan bahwa alam semesta itu ada yang menciptakan. 4. Iman kepada Malaikat, Kitab, dan Rasul Allah a. Malaikat Allah Malaikat atau terkadang di sebut al-mala’ al-a’la kelompok tertinggi, merupakan makhluk tuhan yang diciptakan dari nur cahaya, seperti diterangkan dalam hadis riwayat Imam Muslim yang menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan malaikat dari cahaya, jin dari nyala api, dan Adam dari tanah. Penciptaan malaikat lebih dulu dari pada penciptaan Manusia. Ketika Allah Swt berkehendak menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi, Tuhan memberitahukan rencana-Nya itu kepada malaikat sehingga terjadi diolog antaraTuhan dan malaikat. Malaikat termasuk makhluk ruhani yang termasuk gaib. Mereka bukan kelompok yang makhluk yang berwujud jasmaniah yang dapat diraba, dilihat, dicium, dan dirasakan karena mereka berada dialam yang berbeda dengan alam manusia. Mereka disucikan dari syahwat kebinatangan al-nafs al-hayawaniah, yang terhindar dari keiginan hawa nafsu yang bersifat materil. Mereka selalu tunduk dan patuh kepada Allah Swt dan tidak pernah ingkar kepada-Nya. Dengan demikian, mereka menghabiskan waktu siang dan malamnya untuk beribadah kepada Allah adalah makhluk langit yang mengabdi kepada Allah dengan bermacam-macam tugas yang diembannya, jumlahnya sangatlah banyak, namun yang harus kita imani hanyalah 10 nama malaikat beserta tugas-tugasnya. Tugas malaikat itu ada yang dikerjakan di alam ruh dan ada pula yang dikerjakan di alam dunia. Tugas malaikat di alam ruh ialah menyucikan atau bertasbih serta taat dan patuh sepenuhnya kepada Allah Swt, memikul ’asry, memberi salam kepada ahli surga, dan menyiksa para ahli neraka. Adapun tugas malaikat di alam dunia adalah menurunkan wahyu yang diemban oleh malaikat jibril. Ia disebut juga ruh al-amin, atau ruh al-qudus, Adapun tugas malaikatmalaikat lainnya adalah sebagai berikut malaikat mikail mengatur perjalanan Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 453 binatang-binatang, menentukan musim seperti musim hujan dan panas serta menurunkan rezeki, Malaikat jibril bertugas mencabut nyawa, Malaikat Israfil bertugs meniup sangkakala atau nafiri ketika terjadi kiamat besar, dan malaikatmalaikat lainnya. b. Kitab-kitab Allah Ayat-ayat Allah Swt yang merupakan ajaran-ajaran dan tuntunan itu dapat dibedakan menjadi dua pertama, ayat-ayat yang tertulis didalam kitab-kitabnya, dan kedua, ayat-ayat yang tidak tertulis yaitu alam semesta. Ayat-ayat yang tertulis terformulasikan dalam empat kitab Al-Qur’an, Injil, Turat, dan Zabur, yang masing-masing diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, Nabi Isa Nabi Musa dan Nabi Dawud keempat kitab itu disebut kitab-kitab langit alkutub al-samawiyah. c. Rasul-rasul Allah Doktrin Islam mengajarkan agar setiap muslim beriman kepadaRasul yang diutus oleh Allah tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya. Secara bahasa rasul inggris; messenger, apostle adalah orang yang diutus. Artinya ia di utus untuk menyampaikan berita rahasia, tanda-tanda yang akan datang, dan misi atau risalah. Secara terminologi, Rasul berarti orang yang diutus oleh Allah Swt untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Di antara tugas yang diemban oleh para Rasul adalah Mengajarkan Tauhid dengan segala sifat-sifatnya Mengajak manusia agar hanya menyembah dan meminta pertolongan kepada Allah Swt Mengajarkan kepada manusia agar memiliki moral dan akhlak yang mulia Mengajarkan kepada manusia norma-norma kehidupan agar selamat di dunia dan di akhirat Mengajak manusia agar bersemangat dalam bekerja dan berusaha serta menjauhkan sifat-sifat malas sehinga terjadi keseimbangan antara kehidupan dunia dan di akhirat Mengajak manusia agar tidak mengikuti hawa nafsu Menyampaikan berita-berita yang bersifat gaib, seperti malaikat, surga dan neraka, alam kubur dan alam akhirat Atang, 2006 109-122. 2. Fungsi Agama dalam Kehidupan Agama sebagai sistem sumber nilai, merupakan petunjuk, pedoman dan pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya seperti dalam Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 454 ilmu agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan militer, sehingga terbentuk pola motivasi, tujuan hidup dan perilaku manusia yang menuju kepada keridhaan Allah akhlak. Abu Ahmadi , 2008 3 1. Agama Dalam KehidupanIndividu a. Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan. Dalam ajaran agama terdapat nilai-nilai bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai inilah yang dijadikan sebagai acuan dan sekaligus sebagai petunjuk bagi manusia. Sebagai petunjuk agama menjadi kerangka acuan dalam berfikir, bersikaf dan berprilaku agar sejalan dengan keyakinan yang dianutnya. b. Agama sebagaisaranauntukmengatasiprustasi Manusia mempunyai kebutuhan dalam kehidupan ini, mulai dari kebutuhan fisik seperti, makanan, pakaian, isterhat, seksual sampai kebutuhan psikis, seperti keamanan, ketentraman, persahabatan, penghargaan dan kasih sayang. Maka ia akan terdoronguntuk memuaskan kebutuhan dan keiginannya itu. Menurut Sarwito Wirawan Sarwono, apabila kebutuhannya itu tidak terpenuhi, terjadi ketidakseimbangan, yakni antara kebutuhan dan pemenuhan, maka akan menumbuhkan kekecewaan yang tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan inilah yang disebut prustasi. c. Agama sebagaisaranauntukmengatasiketakutan Ketakutan yang dimaksud dalam kaitannya dengan agama sebagai sarana untuk mengatasinya, adalah, ketakutan yang tidak ada obyeknya. Ketakutan tanpa obyek itu membingungkan manusia daripada ketakutan yang mempunyai obyek. Minsalnya dalam bentuk gejala malu, rasa bersalah, takut kecelakaan, rasa bingung dan takut mati. d. Agama sebagaisaranauntukmemuaskankeigintahuan Agama mampu member jawaban atas kesukaran intelektual kongnitif, sejauh kesukaran itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis, yaitu oleh keiginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dala kehidupan, agar dapat menempatkan diri secara berarti dan bermakna di tengah-tengah alam semesta ini. Tanpa agama manusia tidak mampu menjawab pertanyaan yang sangat mendasar dalam kehidupannya, yaitu darimana manusia datang, apa tujuan manusia hidup, Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 455 dan mengapa manusia ada, dan kemana manusia kembali setelah mati. Ramayulis, 2007 228-230 2. Fungsi agama dalamkehidupan masyarakat Masalah Agama tidak akan mungkin dipisahkan dari kehidupan Masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Dalam perakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain a. Berfungsi Edukatif Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus di patuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi secara menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan danlarangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masingmasing. b. Berfungsi Penyelamat Dimanapun manusia berada mereka selalu mengiginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu, dunia dan akherat. c. Berfungsi sebagai Pendamaian Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinya apa bila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui tobat, pensucian, penebusan dosa. d. Berfungsi sebagai Sosial control Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok. e. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan, iman dan kepercayaan. f. Berfungsi Transformatif Ajaran agama dapat mengubah kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 456 g. Berfungsi Kreatif Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif\bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. h. Berfungsi sublimatif Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah Jalaluddin, 2008 299301. 3. Fungsi agama dalam kehidupan Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuatNya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari aspek keagamaan religius, kejiwaan psikologis, kemasyarakatan sosiologis, hakkekat kemanusiaan human nature, asal usulnya antropologis dan moral ethics. Namun apabila agama dipahami sebatas apa yang tertulis dalam teks kitab suci, maka yang muncul adalah pandangan keagamaan yang literalis, yang menolak sikap kritis terhadap teks dan interpretasinya serta menegaskan perkembangan historis dan sosiologis. Sebaliknya, jika bahasa agama dipahami bukan sekedar sebagai explanative and descriptive language, tetapi juga syarat dengan performatif dan expresif language, maka agama akan disikapi secara dinamis dan kontekstual sesuai dengan persoalan dan kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia yang terus berkembang. Setiap agama memiliki watak transformatif, berusaha menanamkan nilai baru dan mengganti nilainilai agama lama yang bertentangan dengan ajaran agama. Aspek religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor keimananjuga mempengaruhi karena iman adalah dasar agama. Secara antropologis, agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi sosiologis, agama berusaha mengubah berbagai bentuk kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Agama juga menghubungkan masalah Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 457 ritual ibadah dengan masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara moral, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berperilaku baik akhlaq mahmudah. Fungsi agama juga sebagai pencapai tujuan luhur manusia di dunia ini, yaitu citacita manusia untuk mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin. Dalam Al-Quran surat Thoha ayat 117-119 disebutkan ”Maka kami berkata “Hai Adam, Sesungguhnya Ini iblis adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas matahari di dalamnya”. Pada ranah yang lebih umum fungsi agama dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai penguat solidaritas masyarakat. Seperti yang diungkapkan Emile Durkheim sebagai sosiolog besar, bahwa sarana-sarana keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial. Dari segi pragmatisme, seseorang menganut suatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang diuraikan di bawah ini a. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia. Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia senantiasa memberi penerangan kepada dunia secara keseluruhan, dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwa dunia adalah ciptaan Allah dan setiap manusia harus menaati Allah. Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 458 b. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Sebagian pertanyaan yang senantiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup, soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaanpertanyaan ini sangat menarik dan perlumenjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab persoalan-persoalan ini. c. Memainkan fungsi peranan sosial. Agama merupakan satu faktor dalam pembentukan kelompok adalah karena sistem agama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama. d. Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia. Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial. e. Rasa ingin tahu manusia Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya hanya ”saya tidak tahu”. Tapi kemudian dengan pancaindra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba trial and error, pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tidak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. 4. Inklusivitas Beragama Berbicara tentang agama memerlukan suatu sikap ekstra hati-hati. Sebab, sekalipun agama merupakan persoalan sosial, tetapi penghayatannya amat bersifat individual. apa yang dipahami dan dihayati sebagai agama oleh seseorang amat banyak bergantung pada keseluruhan latar belakang dari kepribadian dan memunculkan sikap Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 459 yang menuntut adanya pembenaran langsung. Para pemimpin Islam sering menyatakan bahwa Islam adalah agama toleran, yang menghormati dan menghargai agama-agama lain. Begitu juga pemimpin agama lain turut menyatakan hal yang sama bahwa agama mereka juga mempunyai sikap toleran yang tinggi. Namun, dalam realiti kehidupan menunjukkan betapa konflik umat manusia sama, ada konflik etnik, konflik dan politiksosial-ekonomi sering terjadi atas nama agama. Semua orang memang telah mengetahui bahwa terdapat kepekaan yang sangat tajam pada masalah-masalah yang berhubungan dengan agama. Hal ini disebabkan bahwa setiap agama sudah tentu mengklaim kemutlakan. Artinya bahwa setiap agama tentu mengaku dirinya adalah yang paling benar, dengan konsekuensi bahwa yang lain adalah salah. Logika awam pun mengatakan bahwa jika terdapat dua hal yang berbeda kemudian harus di nilai benar salahnya, sudah pasti bahwa tidak mungkin kedua-duanya benar. Karena itu klaim kemutlakan untuk masing-masing agama menjadi diperbesar oleh adanya perbedaanperbedaan antar agama, jika terdapat dua hal yang berbeda kemudian harus dinilai benar salahnya, sudah pasti bahwa tidak mungkin kedua-duanya benar. Karena itu, klaim kemutlakan untuk masing-masing agama menjadi diperbesar oleh adanya perbedaanperbedaan antar agama. Masalah inklusifitas dalam Islam merupakan kelanjutan dari pemikiran atau gagasan neo-modernisme kepada wilayah yang lebih spesifik setelah pluralisme, tepatnya pada bidang teologi, Nurcholish Madjid, 1993. Tanpa menyisakan ruang toleransi untuk berempati, apalagi simpati, bagaimana orang lain memandang agamanya sendiri. Seperti sudah taken for granted kita sering kali menilai bahkan menghakimi agama orang lain dengan memakai standar teologi agama kita sendiri. sebaliknya, orang lain menilai bahkan menghakimi kita, dengan memakai standar teolog agamanya sendiri. Jelas ini suatu mission imposible untuk bisa saling bertemu, apalagi sekedar toleran. hasilnya justru perbandingan terbaliknya, masing-masing agama malah menyodorkan proposal klaim kebenaran claim of truth dan klaim keselamatan yang hanya ada dan berada pada agamanya sendiri-sendiri, sementara pada agama lain Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 460 disalahkan menyimpang bahkan menyesatkan Nurcholish Madjid, 1987 70. Kerukunan umat beragama merupakan akibat wajar dari pada sistem keimanannya. Sikap Inklusif yakni sikap keagamaan yang membedakan antara kehadiran dan aktifitas Tuhan dalam ajaran agama-agama lain, Sikap dan pandangan kelompok yang disebut dengan Islam Inklusif ini didasarkan pada ayat 64 yang berbicara tentang “titik temu” kalimatun sawa agama-agama yang berbunyi “katakanlah, Hai para ahli kitab, marilah kita berpegang pada suatu kalimah yang adil antara kita dan kamu, yaitu janganlah kita menyembah kecuali hanya kepada Allah tanpa menyekutukan sesuatu kepada-Nya, dan janganlah kita mempertuhankan sesama kita selain daripada Allah. Jika mereka itu tetap menolak, maka nyatakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami semua adalah orang-orang Islam” Dan Surah al-Maidah ayat 48 yang menjelaskan adanya syir’ah jalan menuju kebenaran dan minhaj cara atau metode perjalanan menuju kebenaran. Yang berbunyi “Dan telah kami turunkan kitab Qur’an kepadamu dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab suci terdahulu, sebagai pengawas atas kitab-kitab itu. Maka berilah hukum kepada mereka para ahli kitab menurut hukum yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu. Jangan kau turutkan kemauan mereka yang menyeleweng daripada kebenaran yang ada padamu tiap-tiap umat telah kami adakan peraturan dengan caranya sendiri. Kalau Allah mau, maka ia jadikan kamu satu umat, tetapi dia mau menguji kamu tentang apa yang telah diberikan-Nya. Karena itu berlomba-lombalah dalam amal kebajikan. Kepada Allah lah kamu sekalian akan kembali. Nanti akan Allah terangkan kepadamu apa yang kamu telah perselisihkan itu” Sebagai umat Islam maupun umat Kristian dan umat beragama yang lain, semuanya telah mewarisi teologi eksklusif. mereka menganggap bahwa hanya ada satu jalan keselamatan yaitu agama mereka sendiri. Oleh kerana itu, diperlukan satu perspektif baru untuk melihat "Apa yang difikirkan oleh suatu agama, mengenai agama lain dibandingkan dengan agama sendiri" Perspektif itu akan menentukan apakah seorang yang beragama itu menganut satu faham keberagamaan yang eksklusif. Karena itu program teologi inklusif yang telah membawa banyak kesadaran umat Islam akan kesatuan pesan agama yang dibungkus dalam berbagai wadah agama-agama. Maka secara epistimologis, Selama ini teologi inklusif hanya besifat inklusifitas untuk umat Islam saja, tapi tidak bagi agama lain justru karena idiom Islam dipakai sebagai konsep Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 461 titik temu, padahal Islam adalah nama dari suatu organized religion. Budhy, 1994 116. Namun, pandangan Nurcholish yang teologis kerapkali dianggap mempertanyakan agama itu sendiri Menurut Franz, sikap inklusif sangat penting untuk menampung pluralitas bangsa. Pemikiran inklusif bertentangan dengan pemikiran yang ekslusif, yang menganggap kafir seseorang yang berada diluar keyakinan yang dimilikinya Sedangkan sikap Ekslusifitas, Sikap keagamaan yang tertutup dan memandang bahwa keselamatan hanya ada pada agama dan teologinya. Sikap masing-masing agama yang menganggap memiliki kebenaran secara mutlak pada level keindonesiaan, cendekiawan yang tergolong pluralis mengindikasikan betapa banyaknya konflik antar umat beragama disebabkan karena sikap eksklusif para pemeluknya terhadap ajaran agama mereka. cenderung menjadi pemberhalaan konsep agama itu sendiri, sehingga lupa pada esensi agama yaitu sikap tunduk pasrah pada kebenaran yang akan mengakibatkan sikap menutup diri terhadap kebenaran agama lain dan berimplikasi serius atas terjadinya konflik atas nama agama dan Tuhan. Akhirnya dalam semangat inklusif inilah kita menghargai perbedaan. Perbedaan agama harus dikenal dan diolah lebih lanjut kerana perbedaan itu secara potensinya bernilai dan penting bagi setiap umat yang beragama dalam memperkayakan imannya. Ajaran pemahaman tidak perlu diartikan semua agama sama dalam bentuknya yang nyata sehari-hari akan tetapi ajaran kemajemukan keagamaan itu melandaskan pengertian dasar bahwa semua agama diberi kebebasan untuk hidup, dengan resiko yang akan ditanggung oleh para pengikut agama itu masing-masing, “baik secara pribadi maupun secara kelompok”. Sikap keagamaan yang memandang bahwa keselamatan ada pada semua agama. Pengembangan sikap keagamaan ini melihat semua agama yang ada di dunia ini prinsipnya sama. Semua agama, dengan ekspresi teologi keimanan dan ibadahnya yang beragam, prinsipnya sama. Tidak ada bedanya antara Yahudi, Kristen, Islam dan agama lain semisal Budhisme, Shintoisme, Konfucuisme. Semuanya mengajarkan keselamatan dan akan selamat. Sedangkan setiap agama memiliki Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 462 kebenaran. Keyakinan tentang yang benar itu didasarkan pada Tuhan sebagai satusatunya sumber kebenaran. klaim kebenaran berubah menjadi simbol agama yang dipahami secara subjektif, personal, oleh setiap pemeluk agama. Memang sulit melepaskan frame subjektivitas ketika keyakinan pribadi berhadapan dengan keyakinan lain yang berbeda, meskipun ada yang berpendapat bahwa kerangka subjektif adalah cermin eksistensi yang alamiah. Kita tidak harus memaksakan inklusivisme ”gaya kita” pada orang lain, yang menurut kita eksklusif. Sebab bila hal ini terjadi, pemahaman kita pun sebenarnya masih terkungkung pada jerat-jerat eksklusivisme, tetapi dengan menggunakan nama inklusivisme. Keyakinan seseorang tidak dapat diklaim benar atau salah tanpa mengetahui dan memahami terlebih dahulu latar belakang pembentukannya, seperti lingkungan sosial budaya, referensi atau informasi yang diterima dan tingkat hubungan komunikasi Dadang, 2000 171-172. Keyakinan bahwa agama sendiri yang paling benar karena berasal dari Tuhan sedangkan agama lain hanyalah konstruksi manusia, merupakan contoh dari penggunaan standar ganda. Dalam sejarah, standar ganda ini biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain dalam derajat keabsahan teologis dibawah agamanya sendiri. Melalui standar ganda inilah terjadi perang dan klaim-klaim kebenaran dari suatu agama atas agama lain. Demi terciptanya hubungan eksternal agama-agama, perlu dilakukan dialog antar agama. Sedangkan untuk internal agama, diperlukan reinterpretasi pesanpesan agama yang lebih menyentuh kemanusiaan yang universal. C. Penutup Manusia sebagai makhluk hidup dan mempunyai kebutuhan dalam hidupnya, baik itu kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan rohaniah. Dan Manusia sangat memerlukan agama sebagai pegangan hidup dan untuk menyadarkan manusia agar mengenal dirinya siapa dia, darimana dia dan mau kemana dia. Agama ialah ajaranajaran yang beraneka ragam sebagaimana yang ada sekarang. Agama Islam agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah Sunnatullah yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah” 463 terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Adapun doktrin/kepercayaan dalam Agama yaitu Iman kepada Allah Swt, mustahil menemukan zat Allah, Argumen keberadaan Allah, percaya kepada Malaikat, Kitab, dan Rasul-Nya. agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Memberi pandangan dunia kepada berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh fungsi peranan sosial. Kerukunan umat beragama merupakan akibat wajar dari pada sistem keimanannya. Sikap Inklusif yakni sikap keagamaan yang membedakan antara kehadiran dan aktifitas Tuhan dalam ajaran agama-agama lain, Sikap dan pandangan kelompok yang disebut dengan Islam Inklusifitas. DAFTAR KEPUSTAKAAN Atang, Hakim, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, 2006, Cetke-VIII Remaja Rosdakarya, Bandung. Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, 2008, Cet Ke-5, BumiAksara, Jakarta. Budhy Munawar Rachman, Dialog Kritik dan Identitas Agama, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1994 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung Remaja Rosdakarya, 2000 Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, 2015 Cet ke-21, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hasanah Studi Jalaluddin, Psikologi Agama, 2008, Raja Grafindi Persada, Jakarta. Magdalena Pranata Santoso, Filsafat Agama, Yogyakarta Graha Ilmu, 2009 Nurcholish Madjid, Islam kerakyatan dan keindonesiaan Bandung Mizan, 19931994, NurcholishMadjid, Islam kemoderenandanKeindonesiaan, Jakarta Mizan, 1987. Ramayulis, Psikologi Agama, 2007, Cet ke-VIII KalamMulia, Jakarta. Rosihon Anwar, dkk. PengantarStudi Islam, PustakaSetia, Bandung, 2009 hal 13 Rosihon Anwar, Dkk, PengantarStudi Islam, 2011, Cetke-II Pustakasetia, Bandung Batusangkar International Conference I, 15-16 October 2016 464 Ramayulis, Psikologi Agama, 2007, Cetke-VIII Kalam Mulia, Jakarta. - Pandangan Teologis Cak Nur, Cegah Kebuntuan Agama Zakiyah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarat Bumi Aksara. Integration and Interconnection of Sciences “The Reflection of Islam Kaffah”
Manusia memiliki berbagai potensi yang hebat dan unik, baik lahir maupun batin, bahkan pada setiap anggota tubuhnya. Sebagian ahli menyatakan bahwa manusia memiliki potensi-potensi IQ Intelligent Quotient, EQ Emotional Quotient, CQ Creativity Quotient, dan SQ Spiritual Quotient. Gardner menemukan multiple-intelligence, yaitu Kecerdasan visual dan Spasial; Kecerdasan Musik; Kecerdasan Linguistik; Kecerdasan Logik/Matematik; Kecerdasan Kinestetik; Kecerdasan Interpersonal; Kecerdasan Intrapersonal; dan Naturalis. Bahkan ditambah dengan kecerdasan emosional dan spiritual. Sebagai potensi, maka ia masih merupakan kemampuan dasar atau daya yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan melalui aktivitas belajar secara berkelanjutan. Karena itu, potensi tersebut perlu diaktualkan, dikembangkan dan diberdayakan secara optimal untuk mencapai kemajuan peradaban manusia. Pentingnya pengembangan dan pembedayaan potensi-potensi tersebut dijelaskan dalam An-Nahl 78 , yang maksudnya “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan-penglihatan dan aneka hati, agar kamu bersyukurâ€. Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa pada mulanya manusia tidak memiliki pengetahuan atau tidak mengetahui sesuatu pun yang ada di sekelilingnya. Namun demikian, Allah menjadikan baginya pendengaran, penglihatan-penglihatan dan aneka hati sebagai bekal dan alat-alat potensial untuk meraih pengetahuan agar ia bersyukur, yakni dengan menggunakan dan memberdayakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuan Allah menganugerahkannya kepada manusia. Alat-alat potensial yang diberikan oleh Allah kepada manusia meliputi as-sam’ pendengaran, al-abshar penglihatan-penglihatan sebagai bentuk jamak dari kata al-bashar, dan al-af’idah aneka hati sebagai bentuk jamak dari kata al-fu’ad. Penyebutan indera-indera secara berurutan pada ayat di atas mencerminkan tahap perkembangan fungsi indera-indera tersebut. Didahulukannya kata as-sam’ atas al-abshar, merupakan perurutan yang sungguh tepat, karena menurut ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa indera pendengaran berfungsi mendahului indera penglihatan. Indera pendengaran mulai tumbuh pada diri anak bayi pada pekan-pekan pertama, sedangkan indera penglihatan baru bermula pada bulan ketiga dan menjadi sempurna menginjak bulan keenam. Adapun al-af’idah atau kemampuan akal dan mata hati yang berfungsi membedakan yang benar dan salah atau yang baik dan buruk, maka alat ini berfungsi jauh sesudah kedua indera pendengaran dan penglihatan tersebut. Di dalam ayat di atas disebutkan kata al-sam’ pendengaran dalam bentuk mufrad tunggal, sedangkan kata al-abshar penglihatan-penglihatan dan al-af’idah aneka hati dalam bentuk Hal ini mengandung makna bahwa apa yang didengar selalu saja sama baik oleh seorang maupun banyak orang dan dari arah mana pun datangnya suara. Ini berbeda dengan apa yang dilihat. Posisi tempat berpijak dan arah pandang seseorang bisa melahirkan perbedaan hasil pandangan. Demikian pula hasil kerja akal dan hati. Hati manusia sekali senang sekali susah, sekali benci dan sekali rindu, tingkat-tingkatnya pun berbeda-beda walaupun obyek yang dibenci dan dirindui sama. Hasil penalaran akal pun dapat berbeda, boleh jadi ada yang sangat jitu dan tepat, dan ada pula yang merupakan kesalahan fatal. Kepala sama berambut, tetapi pikiran bisa berbeda-beda. Alat-alat potensial yang diberikan oleh Allah kepada manusia tersebut ada yang hanya bisa menangkap obyek-obyek yang bersifat material, seperti pendengaran as-sam’ dan penglihatan al-bashar, dan ada pula yang bisa menangkap obyek-obyek immaterial, yaitu al-af’idah akal pikiran dan hati atau qalbu. Dalam pandangan al-Qur’an ada obyek-obyek yang tidak bisa ditangkap oleh indera pendengaran dan penglihatan, bahkan oleh akal pikiran betapapun tajamnya mata kepala dan pikiran seseorang. Misalnya masalah hakikat Allah, surga, neraka, malaikat, shalat subuh harus dua raka’at sedangkan shalat dhuhur empat rakaat, segala tindakan manusia yang tampak dan tersembunyi akan dilihat oleh Allah dan dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid, masalah nasib manusia dan lain-lainnya, adalah contoh-contoh obyek yang tidak bisa ditangkap dengan akal pikiran. Yang dapat menangkapnya hanyalah hati melalui wahyu, ilham atau intuisi. Karena itu, al-Qur’an di samping menuntun dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar mengasah akal daya pikir dan mengasuh daya qalbu. Demikian uniknya alat-alat potensial dengan berbagai daya dan kemampuannya yang dimiliki oleh manusia itu dan merupakan nikmat Allah yang patut disyukuri. Karena itu dalam ayat tersebut di atas diakhiri dengan kalimat la’allakum tasykurun supaya kamu bersyuÂkur. Menurut Muhammad Abduh, bahwa yang dinamakan syukur itu tiada lain kecuali menggunakan nikmat anugerah sesuai dengan fungsinya, dan sesuai dengan kehendak yang menganugerahkannya yaitu Allah SWT.. Memfungsikan dan memberdayakan as-sam’, al-abshar dan al-af’idah secara optimal dalam kehidupan sehari-hari merupakan perwujudan dari syukur kepada-Nya. Dilihat dari proses kejadiannya, manusia itu terdiri atas dua substansi, yaitu 1 substansi jasad/materi, yang bahan dasarnya adalah dari materi yang merupakan bagian dari alam semesta ciptaan Allah SWT. dan dalam pertumbuhan dan perkemÂbangannya tunduk pada dan mengikuti sunnatullah aturan, ketentuan, hukum Allah yang berlaku di alam semesta; 2 substansi immateri/non jasadi, yaitu penghembusan/peniupan ruh ciptaanNya ke dalam diri manusia, sehingga manusia merupakan benda organik yang mempunyai hakekat kemanusiaan serta mempunyai berbagai alat potensial dan fitrah. Atau menurut al-Farabi, manusia itu terdiri atas dua unsur, yaitu 1 satu unsur berasal dari ’alam al-khalq; dan 2 satu unsur berasal dari ’alam al-amr ruh dari perintah Tuhan. Dari kedua substansi tersebut, maka yang paling esenÂsial adalah substansi immateri atau ruhnya. Jasad hanyalah alat ruh di alam nyata. Suatu ketika alat jasad itu terpisah dari ruh. Perpisahan itulah yang disebut dengan peristiwa maut. Yang mati adalah jasad, sedangkan ruh akan melanjutkan eksistenÂsinya di alam barzah. Manusia yang terdiri atas dua substansi itu, telah dilengkapi dengan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau disebut fitrah, yang harus diaktualkan dan atau ditumbuhkembangkan dalam kehidupan nyata di dunia ini melaÂlui proses pendidikan, untuk selanjutnya dipertanggung-jawabÂkan di hadapanNya kelak di akhirat. Menurut Abdul Fattah Jalal 1977, bahwa alat-alat potensial manusia yang siap digunakan untuk memperoleh dan mencapai pengetahuan adalah sebagai berikut 1 Al-lams dan al-syum alat peraba dan alat penciuman/ pembau, sebagaimana firman Allah dalam al-An’am ayat 7 dan Yusuf ayat 94; 2 Al-Sam’u alat pendengaran. Penyebutan alat ini dihubungkan dengan penglihatan dan qalbu, yang menunÂjukkan adanya saling melengkapi antara berbagai alat itu untuk mencapai ilmu pengetahuan. Sebagaimana firman Allah dalam al-Isra’ ayat 36, al-Mukminun ayat 78, al-Sajdah ayat 9, al-Mulk ayat 23, dan sebaÂgainya; 3 Al-abshar penglihatan. Banyak ayat al-Qur’an yang menyeru manusia untuk melihat dan merenungkan apa yang dilihatnya, sehingga dapat mencapai hakekatnya. SebaÂgaimana firman Allah dalam al-A’raf ayat 185, Yunus ayat 101, al-Sajdah ayat 27, dan sebagainya; 4 Al-’aql akal atau daya berfikir. Al-Qur’an memberiÂkan perhatian khusus terhadap penggunaan akal dalam berfikir, sebagaimana firman Allah dalam Ali Imran ayat 191. Al-Qur’an menjelaskan bahwa Islam tegak di atas pemikiran, sebagaimana firmanNya dalam al-An’am ayat 50. Dalam al-Qur^an dinyatakan bahwa penggunaan akal memungkinkan diri manusia untuk terus ingat dzikr dan memikirkan/merenungkan cipÂtaanNya, sebagaimana firmanNya dalam al-Ra’d ayat 19. Dan penggunaan akal memungkinkan manusia mengetaÂhui tanda-tanda kebesaran/keagungan Allah serta mengambil pelajaran daripadanya. Dalam beberapa ayat, kata al-nuha digunakan sebagai makna al-’uqul sebagaiÂmana firmanNya dalam Thaha ayat 53-54, dan sebaÂgainya; 5 Al-Qalb kalbu. Hal ini termasuk alat ma’rifah yang digunakan manusia untuk dapat mencapai ilmu, sebagaiÂmana firmanNya dalam al-Hajj ayat 46, Muhammad ayat 24 dan sebagainya. Qalbu ini mempunyai keduÂdukan khusus dalam ma’rifah ilahiyah, dengan qalbu manusia dapat meraih berbagai ilmu serta ma’rifah yang diserap dari sumber Ilahi. Dan wahyu itu sendiri diturunkan ke dalam qalbu Nabi Muhammad SAW. sebagaiÂmana firmanNya dalam al-Syu’ara’ ayat 192-194. Di samping itu Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa manusia itu telah diberi hidayah oleh Allah secara bertingkat-tingkat. Pengertian hidayah di sini, sebagaimana dikemuÂkakan oleh Muhammad Rasyid Ridla, ialah petunjuk halus yang memudahkan seseorang untuk mencapai sesuatu yang dicari atau mencapai tujuan. Macam-macam hidayah yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia ialah 1 hidayah al-ilhami instink, yakni renyut hati gerak hati, impuls yang terdapat dalam bakat manusia maupun binatang. Termasuk di dalamnya nafsu, dorongan untuk melakukan sesuatu, doronÂgan tersebut tidak berdasarkan suatu pikiran. Atau dengan kata lain dorongan yang bersifat animal, tidak berdaÂsarkan pikir panjang; 2 hidayah al-hawasi indera, yaitu alat badani yang peka terhadap rangsangan dari luar, yang meliputi al-bashirah indera penglihatan, al-sami’ah indera pendengaran, hassah al-tha’m indera pengecap, hassah al-syum indera pembau/penciuman, dan hassah al-lams indera perabaan; 3 hidayah al-’aql hidayah akal budi; 4 hidayah al-adyani atau hidayah agama; dan 5 hidayah al-taufiqi atau hidayah al-ma’unah. Hidayah yang pertama dan kedua dianugerahkan baik kepada manusia maupun hewan; hidayah yang ketiga sampai dengan yang kelima hanya diberikan kepada manusia. Dan hidayah yang kelima tersebut yang tertinggi semata-mata monopoli Allah, Nabi sekalipun tidak berkompeten untuk memberi hidayah tingkat tertinggi itu. Sebagai contoh, Nabi SAW. tidak mampu memberi hidayah tingkat kelima itu kepada paman beliau, Abu Thalib, yang mencintai beliau dan sangat beliau cintai. Sebagaimana firmanNya dalam al-Qashash ayat 56, yang maksudnya bahwa “Engkau Muhammad tidak akan bisa memberi hidayah al-taufiqi/al-ma^unah ini kepada siapapun yang engkau cintai. Allahlah yang berkenan menganugerahkan hidayah tersebut kepada siapa saja yang dikehendakiNyaâ€. Dalam diskursus perbincangan para filosof Islam, manusia itu mempunyai bermacam-macam alat potensial dengan berbagai kemamÂpuannya yang sangat unik. Menurut mereka bahwa dalam diri manusia itu terdapat tiga macam jiwa sebagai berikut Pertama, jiwa tumbuh-tumbuhan al-nafs al-nabatiyah, yang mempunyai tiga daya, yaitu daya makan, daya tumbuh, dan daya membiak. Kedua, jiwa binatang al-nafs al-hayawaniyah, yang memiliki dua daya, yaitu daya penggerak al-muharriÂkah, dan daya mencerap al-mudrikah. Daya penggerak bisa berbentuk nafsu al-syahwah serta amarah al-ghadlab, dan bisa berbentuk gerak tempat al-harakah al-makaniyah. Daya mencerap terbagi dua, yaitu daya mencerap dari luar melalui pancaindera lahir penglihaÂtan. pendengaran, penciuman, perasaan lidah, dan perasaan tubuh; dan daya mencerap dari dalam melalui pancaindera batin, yang meliputi 1 indera bersama al-hiss al-musytarak bertempat di bagian depan dari otak dan berÂfungsi menerima kesan-kesan yang diperoleh dari pancainÂdera luar dan meneruskannya ke indera batin berikutnya; 2 indera penggambar al-khayal, juga bertempat di bagian depan dari otak, tugasnya ialah melepaskan kesan-kesan yang diteruskan indera bersama dari materinya; 3 indera pengreka al-mutakhayyalah, yang bertempat di bagian tengah dari otak, mengatur gambar-gambar yang telah dilepaskan dari materi itu dengan memisah-misah dan kemudian memperhubungkannya satu dengan yang lain; 4 indera penganggap al-wahmiyah, juga bertempat di bagian tengah dari otak, mempunyai fungsi menangkap arti-arti yang dikandung gambaran-gambaran itu; 5 indera penginÂgat al-hafidhah, yang bertempat di bagian belakang dari otak, menyimpan arti-arti yang ditangkap indera pengangÂgap. Ketiga, jiwa manusia al-nafs al-insaniyah yang hanya mempunyai daya berfikir yang disebut akal. Akal ini terbagi dua, yaitu akal praktis yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indera pengingat yang ada pada jiwa binatang; dan akal teoretis yang menangkap arti-arti murni, arti-arti yang tak pernah ada dalam materi, seperti Tuhan, roh dan malaikat. Dengan demikian, akal praktis memusatkan perhatian kepada alam materi, menangkap kekhususan particulars, sedangkan akal teoreÂtis bersifat metafisis, yang mencurahkan perhatian kepada dunia immateri dan menangkap keumuman universals. Selanjutnya akal teoretis mempunyai empat derajat, yaitu 1 akal materiil al-’aql al-hayulani yang merupakan potensi belaka, dalam arti akal yang kesangguÂpannya untuk menangkap arti-arti murni, arti-arti yang tak pernah berada dalam materi, belum keluar; 2 akal bakat al-’aql bi al-malakah, yakni akal yang kesangguÂpannya berfikir secara murni abstrak telah mulai kelihaÂtan, ia telah dapat menangkap pengertian dan kaidah umum, seperti seluruh lebih besar dari bagian; 3 akal aktual al-’aql bi al-fi’l, yakni akal yang telah lebih mudah dan telah lebih banyak dapat menangkap pengertian dan kaidah umum dimaksud, dan akal aktual ini merupakan gudang bagi arti-arti abstrak itu, yang dapat dikeluarkan setiap kali dikehendaki; dan 4 akal perolehan al-’aql al-mustafad, yakni akal yang di dalamnya arti-arti abstrak tersebut selamanya sedia untuk dikeluarkan dengan mudah sekali. Akal dalam derajat keempat inilah yang tertinggi dan terkuat dayanya, yang dimiliki filosof, dan yang dapat memahami alam murni abstrak yang tak pernah berada dalam materi. Di samping itu, manusia juga mempunyai potensi-potensi dasar yang disebut dengan â€fitrahâ€. Dari segi bahasa sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Al-Munjid, fitrah berarti “ciptaan, sifat tertentu yang mana setiap yang maujud disifati dengannya pada awal masa penciptaannya, sifat pembawaan manusia yang ada sejak lahir, agama, as-sunnahâ€. Al-Asfahani, ketika menjelasÂkan makna fitrah dari segi bahasa, ia mengungkapkan kalimat “fathara Allah al-khalqâ€, yang maksudnya Allah mewujudkan sesuatu dan menciptakannya bentuk/keadaan kemampuan untuk melakukan perbuatan-perbuatan. Sedangkan maksud fitrah Allah, sebagaimana dalam al-Rum ayat 30, adalah suatu kekuatan/daya untuk mengenal/mengakui Allah keimanan kepadaNya yang menetap/menancap di dalam diri manusia. Dengan demikian, makna fitrah adalah suatu kekuatan atau kemampuan potensi terpendam yang menetap/menancap pada diri manusia sejak awal kejaÂdiannya, untuk komitmen terhadap nilai-nilai keimanan kepadaNya, cenderung kepada kebenaran hanif, dan potenÂsi itu merupakan ciptaan Allah. Menurut Langgulung, bahwa ketika Allah menghembuskan/meniupkan ruh pada diri manusia pada proses kejadian manusia secara non fisik/immateri, maka pada saat itu pula manusia dalam bentuknya yang sempurna mempunyai sebagian sifat-sifat ketuhanan sebagaimana yang tertuang dalam al-Asma’ al-Husna, hanya saja kalau Allah serba Maha, sedangkan manusia hanya diberi sebaÂgiannya. Sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusia dan dibawanya sejak lahir itulah yang disebut fitrah. Misalnya al-’Aliim Maha Mengetahui, manusia juga diberi kemampuan/potensi untuk mengetahui sesuatu; al-Rahman Maha Pengasih dan al-Rahiim Maha Penyayang, manusia juga diberi kemampuan untuk mengasihi dan menyayangi orang lain; al-’Afuw al-Ghafur Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun, manusia juga diberi kemamÂpuan untuk memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain; al-Khaliq Maha Pencipta, manusia juga diberi kemampuan untuk mengkreasi sesuatu, membudayakan alam; al-Lathif al-Khabir Maha Lembut lagi Maha Mengetahui segala sesuaÂtu yang nampak maupun tersembunyi, manusia juga diberi kemampuan/ potensi untuk merahasiakan sesuatu atau dirinÂya dan kemampuan mengetahui fenomena sosial atau rahasia alam; al-Qadir Maha Kuasa, manusia juga diberi kemamÂpuan untuk berkuasa; al-’Adil Maha Adil, manusia juga diberi kemampuan untuk berlaku adil; al-Murid Maha Berkehendak, manusia juga diberi potensi untuk berkehenÂdak, mempunyai motivasi untuk berbuat; al-Hadi Maha Pemberi Petunjuk, manusia juga diberi kemampuan untuk mendidik atau memberi pengajaran; demikian seterusnya. Pemahaman tentang fitrah manusia juga bisa dikaji dari ajaran agama Islam sebagaimana yang ditunjukkan dalam al-Qur’an dan as-sunnah, karena di dalam al-Rum ayat 30 dinyatakan bahwa agama Islam bersesuaian benar dengan fitrah manusia. Ajaran Islam – yang hendaknya dipatuhi oleh manusia – itu sarat dengan nilai-nilai Ilahiyah yang universal dan manusiawi yang patut dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Bahkan segala perintah dan laranganNya pun erat berhubungan dengan fitrah manuÂsia. Bila ditinjau dari aspek tersebut, maka fitrah manusia itu cukup banyak macamnya, yang terpenting di antaranya, yaitu 1 fitrah beragama, yang merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk selalu pasrah, tunduk dan patuh kepada Tuhan yang menguasai dan mengatur segala aspek kehidupan manusia; dan fitrah ini merupakan sentral yang mengarahkan dan mengontrol perkembangan fitrah-fitrah lainnya; 2 fitrah berakal budi merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk berfikir dan berdzikir dalam memahami tanda-tanda keagunÂgan Tuhan yang ada di alam semesta, berkreasi dan berbuÂdaya, serta memahami persoalan dan tantangan hidup yang dihadapinya dan berusaha memecahkannya; 3 fitrah keberÂsihan dan kesucian, yang mendorong manusia untuk selalu komitmen terhadap kebersihan dan kesucian diri dan lingkungannya; 4 fitrah bermoral/berakhlak, yang mendorong manusia untuk komitmen terhadap norma-norma atau nilai-nilai dan aturan yang berlaku; 5 fitrah kebenaran, yang mendorong manusia untuk selalu mencari dan mencapai kebenaran; 6 fitrah kemerdekaan yang mendorong manusia untuk bersikap bebas/merdeÂka, tidak terbelenggu dan tidak mau diperbudak oleh sesuatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan; 7 fitrah keadilan yang mendorong manusia untuk berusaha menegakkan keadilan di muka bumi; 8 fitrah persamaan dan persatuan yang mendorong manusia untuk mewujudkan persamaan hak serta menentang diskriminasi ras, etnik, bahasa, dan sebagainya, dan berusaha menjalin kesatuan dan persatuan di muka bumi; 9 fitrah individu yang mendorong manusia untuk bersikap mandiri, bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan, mempertahankan harga diri dan kehormatannya, serta menjaga keselamatan diri dan hartanya; 10 fitrah sosial yang mendorong manusia untuk hidup bersama, bekerjasama, bergotong royong, saling membantu dan sebagainya; 11 fitrah seksual yang mendorong seseorang untuk mengembangkan keturunan berkembang biak, melanjutkan keturunan, dan mewariskan tugas-tugas kepada generasi penerusnya; 12 fitrah ekonomi yang mendorÂong manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui aktivitas ekonomi; 13 fitrah politik yang mendorong manuÂsia untuk berusaha menyusun suatu kekuasaan dan institusi yang mampu melindungi kepentingan bersama; 14 fitrah seni yang mendorong manusia untuk menghargai dan mengembangÂkan kebutuhan seni dalam kehidupannya; dan fitrah-fitrah lainnya. Alat-alat potensial dan berbagai potensi dasar atau fitrah manusia tersebut harus ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberi kebebasan/kemerdekaan untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demiÂkian dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap yang menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manuÂsia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir “Keharusan Universal†atau “kepastian umum†sebagai batas akhir dari ikhtiar manusia dalam kehidupannya di dunia. Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas, lingkungan alam dan geografis, lingkungan sosio-kultural, sejarah dan faktor-faktor temporal.
100% found this document useful 1 vote3K views8 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote3K views8 pagesManusia Dan Kebutuhan Doktrin AgamaJump to Page You are on page 1of 8 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 7 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan ciptaan Allah Swt yang diciptakan dari saripati tanah untuk menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Dalam kehidupan manusia butuh tuntutan dari agama agar dapat hidup lebih baik. Kehadiran agama Islam yang di bawa Nabi Muhammad Saw,di yakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtra lahir dan batin . Di dalam nya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas luasnya. Manusia sebagai makhluk sempurna di antara makhluk-nakhluk lain mempunyai rasa keingin tahuan yang cukup besar. Rasa keingintahuan yang di miliki manusia di wujud kan dengan menggunakan kekuatan akal pikiran yang di di samping itu manusia memiliki kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya Rasa ingin tahu dan rasa takut yang ada di dalam diri manusia mendorongrasa tumbuh keagamaan dalam diri manusia. Manusia merasa berhak untuk mengetahui siapa yang menciptakanya dan apa yang mesti ia lakukan di duni dan alam akhirat,yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah karena itu ,agama sangat lah berperan penting dalam kehidupan manusia. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Agama? 2. Bagaimana latar belakang kebutuhan manusia terhadap agama ? 3. Apa fungsi agama dalam kehidupan manusia ? 4. Doktrin-doktrin apsajakah yang menjadi kepercayaan agama ? C. Manfaat Penulisan 1. Untuk mengetahui arti dari agama itu sendiri. 2. Untuk mengetahui latar belakang kebutuhan manusia terhadap agama. 3. Untuk dapat mengetahui fungsi agama dalam kehidupan manusia. 4. Untuk mengetahui doktri-doktrin kepercayaan agama. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Agama Secara sederhana pengertian agama dapat di lihat dari sudut kebahasaan etimologis dan sudut istilah terminologis. Mengartikan agama dari sudut kebahasaan akan lebih mudah dari pada mengartikan agama dari sudut istilah. Karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengendung muatan subjektivitas dan orang yang mengartikanya. Atas dari dasar ini,maka tidak mengherankan jika muncul para ahli yang mendeskrisipkan tentang agama.[1] Mukti Ali pernah mengatakan,barang kali tidak ada kata yang paling sulit di beri pengertian dan definisi selain dari kata ini berdasarkan atas tiga alasan. Pertama, bahwa pengalaman agama adalah soal batini,subjektivitas,dan sangat individualis sifatnya. Kedua, barang kali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional dari pada orang yang membicarakan agama. Karena itu, setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata agama itu sulit di definisikan. Ketiga, konsepsi tentang agama di pengaruhi oleh tujuan daro orang yang memberikan definisi tersebut.[2] Senada dengan Mukti Ali, M. Sastrapratedja mengatakan bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum ialah adanya perbedaan- perbedaan memehami arti agama,di samping adanya perbedaan juga dalam serta penerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interprentasi diri yang berbeda dan keluasaan interpretasi diri itu juga berbeda.[3] Selanjutnya karena banyak nya definisi tentang agama yang di kemukakan oleh para ahli,Harun Nasution mengatakan bahwa agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus di Harun Nasution mengatakan agama tersusun dari dua kata a = tidak dang am = pergi jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat,di warisi secar turun temurun dari satu generasi ke generasi ada lagi yang mengatakan bahwa agama tuntuna hidup manusia dan Ajaran yang di wahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rosul.[4]Dari beberapa definisi tersebut di atas,kita dapat menjumpai 4 unsur yang menjadi karakteristik agama sebagai berikut 1. Unsur kepercayaan terhadap gaib Kekuatan tersebut dapat mengambil bentuk yang gaib tersebut ialah dengan percaya kepada tersebut ialah dasar yang utama sekali dalam paham keagamaan. 2. Unsur kepercayaan dan kebahagian Unsur kepercayaan dan kesejahteraan hidup di dunia ini dan di akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib yang di hilang nya hubungan yang baik itu,kesejahtraan dan kebahagiaan yang di cari akan hilang baik ini selanjutnya di wujudkan dalam bentuk peribadatan , selalu mengingat nya ,melaksanakan segala perintah nya, dan menjauhi larangan nya. 3. Unsur respon emosional yang bersifat dari manusia Respon tersebut dapat mengambil bentuk rasa takut,seperti yang terdapat pada agama primitif atau perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama-agama respon tersebut dapat pula mengambil bentuk penyembahan seperti yang terdapat pada agam-agama monoteisme dan pada akhirnya respon tersebut mengambil bentuk dan cara hidup tertentu bagi masyarakan yang bersangkutan. 4. Unsur paham adanya kudus scared dan suci Dalam bentuk kekuatan gaib,dalam kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, tempat – tempat tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan upacara, dan sebagainya. [5] Dari uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun di wariskan kepda suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberikan tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia untuk agar mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosinal dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut. B. Latar Belakang Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Secara alamiah manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya ini dapat di lihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup,musibah dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada suatu yang serba maha yang dapat membebaskanya dai keadaan ini. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan sang kholik nya.[6] Sekurang-kurang nya ada empat alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama sebagai tuntunan hidup manusia itu manusia dapat kebahagiana di dunia maupun di akhirat. Ke empat alasan tersebut secara singkat dapat di kemukakan sebagai berikut 1. Latar belakang fitrah manusia Imam Ali as menyebutkan bahwa mereka di utus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah di ikat oleh fitrah mereka,yang kelak mereka akan di tuntuk untuk itu tidak tercatat di atas kertas,tidak pula di ucapkan oleh lidah,melainkan terukir oleh pena ciptaan Allah di permukaan kalbu dari lubuk manusia , dan di atas permukaan hati nurani serta di kedalaman perasaan batiniah.[7] Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat pertama kali di tegaskan dalam agam Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia belum mengenal kenyataan di masa akhir-akhir ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan keagamaan yang ada di dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada karenanya ketika datang wahyu Allah yang menyeru manusia agar beragama,maka seruan tersebut memang sangat sejalan dengan fitrahnya dalam Al-Qur’an Allah telah menjelaskan fitrah manusia itu sendiri yang berbunyi óOÃ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÃe$Ã9 $Zÿ‹ÃZym 4 NtôÜÃù !$ ÓÉL©9$ tsÜsù }¨$¨Z9$ $pköŽn=tæ 4 Ÿw ŸƒÃ‰Ã¶7s? È,ù=yÜÃ9 !$ 4 šÃ9ºsŒ ÚúïÃe$!$ ÞOÃhŠsø9$ ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$ Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ “Maka hadap kanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah,Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia itu ada perubahan pada fitrah Allah itulah itulah agma yang lurus. Tetapi banyak manusian yang tidak mengetahui. Qs. Ar-Rum 30.” 2. Kelemahan dan kekurangan manusia Manusi dalam penciptaanya memiliki kelebihan dan mengoptimalkan kelebihan dan kekurangan manusia di perlukan agama sebagai dsar berperilaku dan bersikap sehingga mereka mampu memenuhi segala kebutuhanya dengan baik sesuai kaidah tata nilai dalam ajaran agamanya, sehingga kebahagian di dunia dan di akhirat dapat tercapai. Factor lain yang membelakangi manusia memiliki agama adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan.[8]Hal ini antara lain Sifat-sifat keburukan yang ada pada manusia antara lain sombong, inkar, iri, dan lain sebagainya, Karena itu manusia dituntut untuk menjaga kesuciaannya, hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesuciannya dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama dan disinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama. 3. Tantangan manusia Factor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupanya senantiasa menghadapi berbagai tantangan,baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa hawa nafsu dan bisikan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang di lakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan diri dari Allah. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya,tenaga,dan fikiran yang di manifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Allah. Banyak manusia yang terjabak oleh harta orang-orang kafir yang sengaja di keluarkan agar manusia itu dapat mengikuti keinginanya. Berbagai bentuk budaya,hiburan,obat-obat terlarang dan lain sebagainya di buat dengan itu upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar dapat taat dalam menjalankan dan tantangan hidup demikian itu,saat ini semakin meningkat, sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi penting. C. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuatNya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari aspek keagamaan religius, kejiwaan psikologis, kemasyarakatan sosiologis, hakkekat kemanusiaan human nature, asal usulnya antropologis dan moral ethics.[9] Dari aspek religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor keimananjuga mempengaruhi karena iman adalah dasar agama.[10] Secara antropologis, agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi sosiologis, agama berusaha mengubah berbagai bentuk kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Agama juga menghubungkan masalah ritual ibadah dengan masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara moral, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berpeilaku baik akhlaq mahmudah. [11] Manusia adalah mahluk yang memiliki rasa keagamaan, kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai agama. Tugas manusia didunia yaitu ibadah dan mengabdi kepadanya. Fungsi agama yaitu sebagai pustaka kebenaran, dimana agama diibaratkan sebagai suatu gedung perpustakaan kebenaran. Agama dapat dijadikan suatu pedoman dalam mengambil suatu keputusan antara yang benar dan yang salah.[12] Peranan social agama bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.[13] D. Doktrin Kepercayaan Agama Islam Doktrin adalah ajaran tentang asas-asas suatu aliran politik, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu Doktrin berkaitan dengan suatu kebenaran dan ajaran. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab menegaskan tentang kebenaran melalui ajaran, sedangkan yang diajarkan biasanya dengan kebenaran. Dengan demikian, doktrin berisi tentang ajaran kebenaran yang sudah tentu memiliki “balutan” filosofis.[14]Doktrin keagamaan dalam islam antara lain 1. Iman Kepada Allah Swt Kalimat lailaha illa Allah atau sering disebut kalimat thoyyibah adalah suatu pernyataan pengakuan terhadap keberadaan Allah yang Maha Esa, tiada tuhan selain Dia Allah. Ia merupakan bagian lafadz dari syahadatain yang harus diucapkan ketika akan masuk Islam yang merupakan refleksi dari tauhid Allah ynag menjadi inti ajaran pengakuan-pengakuan lain nya yang berhubungan dengan nya,seperti zat Allah, sifat-sifat Allah ,Kehendak Allah, perbuatan af al Allah, malaikat Allah, para nabi dan utusan Allah, hari kiamat, serta surga dan neraka. Ia merupakan refleksi dari tauhid Allah yang menjadi inti ajaran keberadaan Allah berarti menolak keberadaan tuhan-tuhan lainya yang di anut oleh para pengikut agama selain Islam. a. Argumen Keberadaan Allah Pengakuan terhadap keberadaan Allah berarti menolak keberadaan tuhan-tuhan lainnya yang dianut oleh para pengikut agama lain. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaaan tuhan. Pertama, paham yang menyatakan bahwa alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya. Kedua, paham yang menyatakan bahwa alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti. Ketiga, paham ynag mangatakan bahwa alam semesta itu ada yang menciptakan. b. Kemustahilan Menemukan Zat Allah Allah adalah Maha Esa baik dalam zat,sifat maupun dalam zat artinya Allah tidak tersusun dari beberapa bagian yang terpotong-potong dan dia pun tidak mempunyai dalam sifat berarti bahwa tak seorang pun yang memiliki sifat-sifat seperti yang dimiliki oleh esa dalam perbuatan af’al tidak ada seseorang pun yang mampu mengerjakan sesuatu yang menyerupai perbuatan dengan sifat rahman dan rahim nya telah membekali manusia dengan akal pikiran untuk di gunakan dalam menjalankan yang merupakan ciri keistimewaan manusia, sekaligus sebagai pembeda antara manusia dan makhluk lainnya, belum bisa digunakan untuk mengetahui persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh akal yaitu menemukan zat Allah, karena pada hakekatnya manusia berada dalam dimensi yang berbeda dengan Allah. 2. Iman kepada malaikat ,kitab dan rosul Allah Dalam konteks doktrin, agama selalu menjadi akidah, yakni sebagai suatu kepercayaan kepada Tuhan, suatu ikatan, kesadaran, dan penyembahan secara spiritual kepada-Nya. Sebagai suatu akidah, agama memiliki prinsip - prinsip kebenaran yang dituangkan dalam bentuk doktrin. Dalam dokrin kepercayaan agama Islam beriman kepada Allah adalah beriman kepada malaikat, kitab dan rasul Allah mempunya hukum yang pengertian dari iman kepada malaikat,kitab dan rosul Allah adalah sebagai berikut a. Iman Kepada Malaikat malaikat merupakan makhluk tuhan yang diciptakan dari nur cahaya,malaikat juga disebut sebagai al-mala’ al-a’ala kelompok tertinggi ia adalah makhluk langit yang mengabdi kepada Allah dengan bermacam-macam tugas yang diembannya, jumlahnya sangatlah banyak, namun yang harus kita imani hanyalah 10 nama malaikat beserta tugas-tugasnya. b. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah iman kepada kitab Allah adlah wajib dan itu merupakan konsekuensi logis dari pembenaran terhadap adanya Allah, oleh karena itu tidak sepantasnya seorang mukmin mengingkari kitab-kitab Allah yaitu al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur. c. Iman Kepada Rosul – Rosul Allah Doktrin islam mengajarkan agar setiap muslim beriman kepad rasul yang diutus oleh Allah tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya.[15] BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Manusia merupakan ciptaan Allah Swt yang diciptakan dari saripati tanah untuk menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Dari uraian tersebut juga di jelaskan Agama sangat lah penting bai umat manusia, karena dengan adanya agama manusia mempunyai pegangan dan pedoman hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal pertama kali ini adalah islam. Agama islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah Sunnatullah yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Dari uraian diatas dapat dui simpulkan bahwa ada 5 aspek yang terkandung dalam agama. Pertama , Aspek asal usulnya yaitu aspek yang berasal dari Tuhan, kedua Aspek tujuanya yaitu untuk memberikan tuntunan hidup agar manusia dapat hidup bahagia di dunia maupun di akhirat, ketiga Aspek ruang lingkupnya yaitu keyakinan akan adanya kekutan gaib ,keyakinan manusia bahwa kesejahteraanya di dunia dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik, ke empat Aspek permasyarakatanya yaitu di sampaikan. B. Saran Sebagai umat Islam yang mempunyai akal dan kehendak, hendaklah kita dapat memilih kehendak yang sesuai dengan ajaran Islam. Manusia sebagai sebagai makhluk ciptaan Allah hendaklah mengikti apa yang ada pada ajaran-ajaran agama Islam sesuai doktrin kepercayaan agama Islam. DAFTAR PUSTAKA Abuddi Nata. Metodologi Studi Islam, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2013 Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarak. Metodologi Studi Islam, Bandung PT Rosdakarya, 1997 diakses 23 September 2012 agama/. M. Amin Syukur. Pengantar Studi Islam, Semarang CV Bima Sakti,2013 [1] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2013, Cet. Ke-20, hlm. 7. [6]http// [7] Abuddin Nata, op. cit., hlm. 16. [9] M. Amin Syukur, Pengantar Studi Islam SemarangCV Bima Sakti,2003, hlm. 25. [12]http// [14]http// [15] Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok, Metedologi Study Islam, BandungPT. Rosdakarya,2007, Cet. Ke-9, hlm. 109-124.
manusia dan kebutuhan doktrin agama